Snippet

Bisakah Manusia Hidup Tanpa Bakteri?


Data tentang triliunan bakteri mengerumuni kulit dan seluruh  tubuh  manusia terdengar sangat menakutkan. Namun ahli biologi mikro Anne   Maczulak menegaskan, manusia tak bisa hidup tanpa bakteri.

Penulis buku ‘Allies and Enemies: How the World Depends in Bacteria’ ini menjelaskan, manusia tak bisa hidup tanpa bakteri. Sebagian besar manusia mempelajari bakteri dalam konteks penyakit.

Hal  ini membuat manusia cenderung berpikir tentang bahaya yang  ditimbulkan  bakteri ini. “Suatu tantangan memikirkan cara bakteri  membantu manusia  karena kecenderungan yang lebih dari sekadar proses  kompleks yang tak  hanya sekali,” ungkap Maczulak.

Di dalam tanah dan laut, bakteri  merupakan pemain utama dalam  dekomposisi bahan organik serta siklus daur  ulang unsur kimia seperti  karbon dan nitrogen yang diperlukan bagi  kehidupan manusia.

Karena tanaman dan hewan tak menghasilkan  molekul nitrogen yang  dibutuhkan manusia untuk hidup, bakteri tanah dan  cyanobacteria (alga  hijau-biru) memainkan peran mutlak yang sangat  diperlukan dalam  mengubah nitrogen atmosfer menjadi amonium atau nitrat.

Keduanya  merupakan bentuk nitrogen yang bisa diserap tanaman untuk  menghasilkan  asam amino dan asam nukleat, blok pembangun DNA. Manusia  memakan tanaman  dan menuai keuntungannya.

Selain itu, bakteri juga memainkan  peran siklus zat penting lain untuk  kehidupan manusia, yakni air.  Beberapa tahun terakhir, para ilmuwan  dari Louisiana State University  menemukan bukti, bakteri mewakili  banyak partikel-partikel kecil yang  menyebabkan percepatan awan  menjatuhkan salju dan hujan.
Di luar  dan di dalam tubuh manusia, bakteri masih menawarkan manfaat  lain. Dalam  sistem pencernaan, bakteri membantu mencerna makanan,  seperti serat  tanaman yang tak bisa dengan baik ditangani manusia.

“Manusia  mendapat lebih banyak gizi dari makanan berkat bakteri,” kata  Maczulak.  Menurut Maczulak, bakteri dalam sistem pencernaan juga  menyediakan  vitamin yang diperlukan manusia seperti biotin dan vitamin K  dan sumber  utama nutrisi lain.

Percobaan pada kelinci menunjukkan, hewan yang  dibesarkan dalam  lingkungan steril tanpa bakteri mengalami kekurangan  gizi dan mati  muda. Menurut Maczulak, di luar tubuh, ‘hutan bakteri’ di  kulit  (menurut New York University, terdapat 200 spesies bakteri  terpisah  pada orang normal) mendominasi lingkungan kulit dan sumber  dayanya  serta menjaga agar bakteri lain tak dapat masuk.



Di dalam  atau luar tubuh, bakteri terbukti menjadi bagian penting dari   perkembangan sistem kekebalan tubuh. Menurut ahli biologi mikro Gerald   Callahan di Colorado State University, bakteri baik jinak atau bahaya,   menjadi bilangan prima sistem kekebalan tubuh dalam merespon patogen   penyerang di kemudian hari.

Studi Callahan yang diterbitkan dalam New EnglandJournal of Medicine   ini juga menunjukkan, anak-anak yang terlindung dari bakteri, memiliki   kesempatan lebih tinggi terkena asma dan alergi. Bukan berarti bakteri   menguntungkan tak bisa berbahaya.

Biasanya, bakteri  bermanfaat dan bakteri berbahaya secara eksklusif  mutual, ungkap  Maczulak. Namun, kerjanya tumpang tindih, terutama pada  bakteri yang  mendiami tubuh. “Bakteri Staph menjadi contohnya, bakteri  ini ada di  seluruh kulit,” katanya.

Sebuah koloni Staphylococcus Aureus  yang hidup di lengan mungkin  bekerja bersama, menyerang penyusup tanpa  merugikan tubuh namun jika  sistem kekebalan tubuh terganggu, bakteri ini  bisa mengamuk dan  menyebabkan infeksi.

Jumlah sel bakteri yang  ada dalam tubuh manusia diperkirakan 10 kali  lebih banyak dibanding  jumlah sel manusia. “Hal ini membuat banyak  ilmuwan menggambarkan  manusia lebih mirip bakteri dibanding manusia,”  kata Maczulak. Terdengar sedikit menakutkan, “Namun, hal ini membantu  Anda memvisualisasikan  seberapa besar peran organisme”.

Leave a Reply